Pengertian Dan Indikasi Operasi Sectio Caesarea
Persalinan, kalau kita kelompokan ternyata terdiri dari 2 kategori yaitu persalinan normal dan persalinan dengan pembedahan atau biasa kita kenal dengan operasi Sectio Caesarea. Nah, pada kesempatan yang baik ini kami akan fokus membahas tentang Pengertian Dan Indikasi Operasi Sectio Caesarea.
A. Pengertian Section Caesarea
Section Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melaului suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram ( Wiknyosastro, 2005) Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992). Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).
B. Indikasi
Adapun indikasi untuk melakukan Sectio Caesarea menurut (Mochtar R, 2002: 118) adalah sebagai berikut :
1. Indikasi Ibu
Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior) dan totalis. Panggul sempit. Disproporsi sefalo-pelvik: yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan panggul. Partus lama (prolonged labor). Ruptur uteri mengancam. Partus tak maju (obstructed labor). Distosia serviks. Pre-eklampsia dan hipertensi. Disfungsi uterus. Distosia jaringan lunak.
2. Indikasi janin dengan sectio caesarea
Letak lintang. Letak bokong. Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain tidak berhasil. Gemelli menurut Eastman, sectio caesarea di anjurkan: 1. Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder presentation). 2. Bila terjadi interlok (locking of the twins). 3. Distosia oleh karena tumor. 4. Gawat janin. Kelainan Uterus : 1. Uterus arkuatus. 2. Uterus septus. 3. Uterus duplekus. 4. Terdapat tumor di pelvis minor yang mengganggu masuk kepala janin ke pintu atas panggul.
C. Klasifikasi
Secara umum tindakan sectio caesarea dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis (Mochtar R, 2002: 120), yaitu : 1. Sectio Transperitonealis Profunda Merupakan pembedahan yang paling banyak dilakukan dewasa ini dengan insisi di segmen bawah uterus.
a. Keunggulan / kelebihan cara ini antara lain sebagai berikut :
1) Perdarahan luka insisi tidak banyak
2) Penjahitan luka lebih mudah
3) Penutupan luka dengan reperitonial yang baik
4) Tumpang tindih dari peritonial Flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritonium.
5) Perut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptur uteri tidak besar di kemudian hari.
b. Kelemahan / kerugian adalah sebagai berikut :
1) Luka dapat menyebar ke kiri, kanan dan bawah, yang dapat menyebabkan putusnya arteri uterina.
2) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
2. Sectio Korporal atau Klasik Insisi di buat pada korpus uteri, pembedahan ini yang lebih mudah dilakukan, hanya diselenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan sectio caesaria transperitonialis profunda misalnaya, melekat erat uterus pada dinding perut karena sectio yang sudah atau insisi segmen bawah uterus megandung bahaya perdarahan yang banyak.
a. Kelebihan :
Mengeluarkan janin lebih cepat. Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik. Sayatan bisa diperpanjang paroksimal atau distal.
b. Kekurangan :
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik. Untuk persalinan berikutnya sering terjadi ruptur uteri spontan. Sectio Caesarea PeritonealDilakukan tanpa membuka peritonium parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal. Dulu dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi, akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan ini jarang di lakukan. Menurut arah sayatan pada rahim sectio dapat dilakukan sebagai berikut: Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kroning. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr. Berdasarkan saat dilakukan sectio caesarea dapat dibagi atas: Sectio primer : direncanakan pada waktu antenatal care. Sectio sekunder : tidak direncakan terlebih dahulu sewaktu sulit.
D. Manifestasi Klinik
Menurut Prawirohardjo (2007) manifestasi klinis pada klien dengan post sectio caesarea, antara lain : Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml. Terpasang kateter : urine jernih dan pucat. Abdomen lunak dan tidak ada distensi. Bising usus tidak ada. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru. Balutan abdomen tampak sedikit noda. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.
E. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan sectio caesarea menurut (Mochtar R, 2002: 121) adalah sebagai berikut :
1. Infeksi puerperal (nifas)
a. Ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b. Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung. c. Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
2. Perdarahan disebabkan karena :
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
b. Atonia uteri.
c. Perdarahan pada placental bed.
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonealisasi terlalu tinggi.
4. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.
F. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea (Prawirohardjo, 2007), yaitu : Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan kuat. Pemberian analgetik dan antibiotik. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama setelah pembedahan. Ambulasi satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari tempat tidur dengan bantuan orang lain. Perawatan luka : insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari ke empat setelah pembedahan. Pemeriksaan laboratorium : hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia.
G. Prognosis
Dahulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang, oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun. Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilias operasi yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000. Nasib janin yang ditolong secara sectio caesarea sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara-negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4-7 %. (Mochtar R, 2002: 121)
H. Pemeriksaan
Penunjang Hitung darah lengkap, golongan darah (ABO), dan pencocokan silang, tes Coombs. Nb Urinalisis : menentukan kadar albumin / glukosa. Pelvimetri : menentukan CPD. Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan presentasi janin. Amniosintesis : mengkaji maturitas paru janin. Tes stress kontraksi atau tes non-stres : mengkaji respons janin terhadap gerakan / stress dari pola kontraksi uterus / pola abnormal. Penentuan elektronik selanjutnya : memastikan status janin/ aktivitas uterus (Mochtar R, 2002). (sumber : abcmedika.com)
Leave a Reply